July 30, 2013

Menara Citadella

Aku dengar jeritmu, Haiti,
dari selasar-selasar
di antara dinding-dindingmu
yang dingin dan berlumut.
Suaramu menggema
di jurang di belantara di kabut di angin kering
di kepurbaan riwayatmu.
Bayang senja sebaris menara
menyisakan duka yang mengelupas,
amis dan bernanah,
duka budak-budak hitam
yang mencoba meretas jalan kebebasan
dari belenggu kepongahan tuan-tuan tak dikenal
yang menghela mereka
dengan hardikan dan desing bau mesiu. 

 









Aku dengar gemerincing tarian tanah kelahiran
di benua yang ditinggalkan puyang.
Gemerincing yang menjelma gelombang kesumat budak-budak hitam
yang mengucurkan keringat dan darah,
amis dan bernanah,
sehitam derita abadi
yang dituduhkan tuan-tuan tak dikenal
yang menghela mereka
dengan hardikan dan desing bau mesiu.

Dan lahirlah lelaki itu
dari rahim budak perempuan hitam,
dari rahim dendam hitam,
yang ratusan tahun lamanya
mengendap di tebing-tebing More La Salle,
di ceruk Teluk Gonave,
di lembah-lembah Artibonite,
di bentang alam Hispanyola.
"Christophe, Christophe!" pekik mereka,
"Hitam darah kita biarlah tetap hitam
Karena itulah kita.
Kami bersamamu, Christophe,
dengan kelewang dan bedil
kita tuntaskan kesumat
yang membakar kulit hitam kita,
wajah hitam kita,
sehitam benua yang ditinggalkan leluhur kita
untuk mengikis kepongahan tuan-tuan tak dikenal
yang menghela kita
dengan hardikan dan desing bau mesiu."

"Darah hitam kita," sambut Christophe,
"yang sehitam derita kita,
akan kita persembahkan bukan kepada Loa-Loa yang dimantera para houngan,
bukan kepada Erzulie Freda Dahomey,
bukan untuk vever di tonella.
Dan darah kita
bukan darah binatang sesajian kurban ritual voodoo.
Hitam darah kita adalah persembahan suci untuk sebuah kebebasan,
pengorbanan untuk sebuah harga diri,
martabat sebuah bangsa yang bernama Haiti.
Kita adalah Haiti!
Maka bersiaplah kalian!
Citadella akan kita hitamkan dengan darah hitam kita!
Ruh-ruh puyang kita
dari benua hitam yang ditinggalkan
menanti tetes-tetes darah hitam kita!"

Budak-budak hitam sepenuhnya terjaga
dari mimpi yang telah menjadi purba.
"Hidup Henry!
Hidup Christophe!
Hidup Henry Christophe!
Bakar!
Bakar jiwa kita untuk sebuah Haiti!
Hidup Christophe!"

Aku dengar jerit Haiti
dari selasar-selasar di antara dinding-dindingmu
yang dingin dan berlumut.
Aku dengar gemerincing tarian tanah kelahiran
di benua yang ditinggalkan puyang.
Aku dengar jerit Haiti
dan gemerincing tarian tanah kelahiran
di mata-mata kelewang dan laras-laras bedil
budak-budak hitam yang tersengat kesumat.
Dan aku dengar gelegar suara Christophe,
"Hitam darah kita tertumpah untuk Haiti!"



Catatan:
Henry Christophe: pahlawan nasional Haiti
loa: dewa atau roh dalam kepercayaan voodoo
houngan: pendeta voodoo
Erzulie Freda Dahomey: dewi rumah tangga, kesucian, dan cinta dalam kepercayaan voodoo
vever: arena ritual voodoo
voodoo: tradisi keeprcayaan animis yang berasal dari leluhur bangsa Afrika Barat



Pulau Beringin, 17 Agustus 2004
Dimuat di Majalah Sastra Horison Edisi XXXIX/9/2005

Resepsi atas Ziarah Iwan Simatupang: Sebuah Konfrontasi

Uum G. Karyanto Pembacaan atas suatu karya sastra merupakan proses yang mempertemukan pemikiran dan imajinasi kreatif pengarang dengan p...