March 23, 2014

Pengawas Sekolah dalam Perspektif Perundang-undangan: Beberapa Catatan Kritis

1. Pendahuluan
Pendidikan adalah sebuah sistem. Sebagai sebuah sistem, pendidikan mengimplikasikan sejumlah faktor penentu keberhasilannya. Di antara sejumlah faktor itu, faktor terpentingnya tentu saja manusia sebab manusialah yang menjadi subjek pendidikan itu sendiri. Sejalan dengan itu, Sagala (2013: 1), menegaskan bahwa pendidikan adalah karya bersama yang berlangsung dalam suatu pola kehidupan insani tertentu.
Penegasan di atas mengandung pengertian bahwa keberhasilan pendidikan ditinjau dari perspektif insani (manusia) mempersyaratkan terbangunnya sinergi di antara pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Dalam sistem pendidikan di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, faktor atau komponen manusia yang terlibat dan diharapkan dapat bersinergi di dalam pendidikan itu meliputi (1) peserta didik, (2) pendidik dan tenaga kependidikan, (3) pemerintah, dan (4) masyarakat.
Salah satu unsur tenaga kependidikan yang sangat diharapkan mampu bersinergi sebagaimana dimaksud di atas adalah pengawas sekolah. Akan tetapi, pada kenyataannya peran pengawas sekolah belum optimal. Berbagai kendala krusial masih menyertai eksistensi pengawas sekolah. Kendala-kendala itu antara lain adalah (1) terjadinya disparitas kompetensi pengawas sekolah antarindividu, antarsatuan pendidikan, antarwilayah perkotaan dan pedesaan, serta antarkabupaten/kota; (2) rendahnya akses pengawas untuk meningkatkan kompetensinya, termasuk akses mendapatkan informasi mutakhir untuk mengembangkan profesi dan kariernya (Nur, 2010); dan (3) rendahnya kompetensi supervisi akademik dan evaluasi pendidikan (Sudjana sebagaimana dikutip oleh Nur, 2010).
Dengan mempertimbangkan persoalan-persoalan di atas, tulisan ini diupayakan untuk mendeskripsikan kompleksitas persoalan pengawas sekolah ditinjau dari perspektif perundang-undangan dengan titik berat perhatian pada (1) posisi atau kedudukan, (2) wewenang, (4) prestasi, dan (5) sistem pelaporan. Pada bagian akhir tulisan ini—sebagai penutup—disertakan beberapa catatan kritis yang mengkonfrontasikan kondisi ideal berdasarkan perundangan-undangan tersebut dengan kondisi riil yang merepresentasikan kesenjangan di antara dua tataran tersebut.
Perundangan-undangan yang dimaksud meliputi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU 20/2003), Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (PP 19/2005), Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah (Permendiknas 12/2007), dan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya (Permenpan 21/2010). Selain itu, sumber tulisan ini juga diperluas dengan beberapa bahan dari Rencana Strategis (Renstra) Departemen Pendidikan Nasional[1] 2010—2014 dan Buku Kerja Pengawas Sekolah (2012).
Dengan deskripsi berdasarkan titik berat sebagaimana telah dikemukakan tersebut diharapkan tergambar secara jelas dan relatif memadai tentang bagaimana sesungguhnya eksistensi pengawas sekolah sehingga terbangun pengertian yang lebih mendalam tentang jabatan fungsional yang menurut Dr. Abi Sujak, M.Sc.[2] memegang peranan yang signifikan dan strategis dalam meningkatkan profesionalisme guru dan mutu sekolah tersebut.
2. Kedudukan Pengawas Sekolah dalam Struktur Kelembagaan Pendidikan
Tentang status dan kedudukan pengawas sekolah, Permenpan 21/2010 antara lain menegaskan hal-hal sebagai berikut. Pertama, jabatan pengawas sekolah adalah jabatan karier yang hanya diduduki oleh guru yang berstatus sebagai PNS (pasal 4 butir 2). Penegasan ini mengandung implikasi bahwa jabatan pengawas sekolah tidak bisa diduduki oleh seseorang yang sebelumnya tidak berprofesi sebagai seorang guru yang berstatus PNS. Implikasi lain dari pasal dan butir ini adalah untuk menjadi pengawas sekolah tidak ada keharusan guru berstatus PNS terlebih dahulu menjabat sebagai kepala sekolah. Persyaratan untuk menduduki jabatan pengawas sekolah diatur dalam pasal 31 butir 1 yaitu bahwa PNS yang diangkat dalam jabatan pengawas sekolah harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
  1. masih berstatus sebagai guru dan memiliki sertifikat pendidik dengan pengalaman mengajar paling sedikit delapan tahun atau guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah paling sedikit empat tahun sesuai dengan satuan pendidikannya masing-masing;
  2. berijazah paling rendah sarjana (S-1)/diploma IV bidang pendidikan;
  3. memiliki keterampilan dan keahlian yang sesuai dengan bidang pengawasan;
  4. memiliki pangkat paling rendah Penata, golongan ruang III/c;
  5. usia paling tinggi 55 tahun;
  6. lulus seleksi calon pengawas sekolah;
  7. telah mengikuti pendidikan dan pelatihan fungsional calon pengawas sekolah dan memperoleh STTPP; dan
  8. setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) paling rendah baik dalam dua tahun terakhir.
Kedua, pengawas sekolah berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional di bidang pengawasan akademik dan manajerial pada sejumlah satuan pendidikan yang ditetapkan (pasal 4 butir 1). Pasal dan butir ini menegaskan bahwa pengawas sekolah adalah (1) pelaksana teknis fungsional dan (2) bidang pengawasan yang menjadi tugasnya adalah pengawasan akademik dan pengawasan manajerial.
Pengawas sekolah dalam kedudukan sebagaimana disebutkan di atas memiliki peran yang signifikan dan strategis dalam proses dan hasil pendidikan yang bermutu di sekolah. Dalam konteks ini, peran pengawas sekolah meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut pengawas sekolah yang harus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan (PP 19/2005, pasal 55).
Di dalam Buku Kerja Pengawas Sekolah (2012: 5) dikemukakan bahwa peran tersebut berkaitan dengan tugas pokok pengawas dalam melakukan supervisi manajerial dan akademik serta pembinaan peran pembinaan, pemantauan dan penilaian. Peran pengawas sekolah dalam pembinaan setidaknya sebagai teladan bagi sekolah dan sebagai rekan kerja yang serasi dengan pihak sekolah dalam memajukan sekolah binaannya. Peran  pengawasan  tersebut  dilaksanakan  dengan  pendekatan  supervisi yang  bersifat  ilmiah,  klinis,  manusiawi,  kolaboratif,  artistik,  interpretatif, dan  berbasis kondisi sosial budaya. Pendekatan ini bertujuan meningkatkan mutu pembelajaran.
Lebih lanjut dikemukakan pula bahwa seorang pengawas profesional dalam melakukan tugas pengawasan harus memiliki (1) kecermatan melihat kondisi sekolah, (2) ketajaman analisis dan sintesis, (3) ketepatan dan kreativitas dalam memberikan treatment yang diperlukan, serta (4) kemampuan berkomunikasi yang baik dengan setiap individu di sekolah. Karakteristik yang harus dimiliki oleh pengawas sekolah yang profesional di antaranya:
  1. menampilkan kemampuan pengawasan dalam bentuk kinerja;
  2. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
  3. melaksanakan tugas kepengawasan secara efektif dan efisien;
  4. memberikan layanan prima untuk semua pemangku kepentingan;
  5. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan;
  6. mengembangkan  metode  dan  strategi  kerja  kepengawasan  secara terus menerus;
  7. memiliki kapasitas untuk bekerja secara mandiri;
  8. memiliki tanggung jawab profesi;
  9. mematuhi kode etik profesi pengawas; dan
  10. memiliki komitmen  dan menjadi anggota organisasi profesi kepengawasan sekolah (2012: 5—6).
 3. Wewenang dan Ruang Lingkup Wewenang Pengawas Sekolah
3.1 Wewenang Pengawas Sekolah
Wewenang berkaitan dengan tugas pokok. Pasal 5 Permenpan 21/2010 menegaskan bahwa tugas pokok pengawas sekolah adalah melaksanakan tugas pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan yang meliputi penyusunan program pengawasan, pelaksanaan pembinaan, pemantauan pelaksanaan delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP), penilaian, pembimbingan dan pelatihan profesional guru, evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan, dan pelaksanaan tugas kepengawasan di daerah khusus. Rincian tugas pokok di atas sesuai dengan jabatan pengawas sekolah berdasarkan pasal 14 Permenpan ini adalah sebagai berikut.
3.1.1 Pengawas Sekolah Muda:
Pengawas Sekolah Muda memiliki rincian tugas pokok sebagai berikut:
  1. menyusun program pengawasan;
  2. melaksanakan pembinaan guru;
  3. memantau pelaksanaan standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar penilaian;
  4. melaksanakan penilaian kinerja guru;
  5. melaksanakan evaluasi hasil  pelaksanaan  program  pengawasan pada sekolah binaan;
  6. menyusun program pembimbingan dan pelatihan profesional guru di KKG/ MGMP/MGP dan sejenisnya;
  7. melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional guru; dan
  8. mengevaluasi hasil pembimbingan dan pelatihan profesional guru.
 3.1.2 Pengawas Sekolah Madya:
Pengawas Sekolah Madya memiliki rincian tugas pokok sebagai berikut:
  1. menyusun program pengawasan;
  2. melaksanakan pembinaan guru dan/atau kepala sekolah;
  3. memantau pelaksanaan standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan;
  4. melaksanakan penilaian kinerja guru dan/atau kepala sekolah;
  5. melaksanakan evaluasi  hasil  pelaksanaan  program  pengawasan pada sekolah binaan;
  6. menyusun program pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan/atau kepala sekolah di KKG/MGMP/MGP dan/atau KKKS/MKKS dan sejenisnya;
  7. melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan/atau kepala sekolah;
  8. melaksanakan pembimbingan dan pelatihan kepala sekolah dalam menyusun program sekolah, rencana kerja, pengawasan dan evaluasi, kepemimpinan sekolah, dan sistem   informasi   dan manajemen;
  9. mengevaluasi hasil pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan/atau kepala sekolah; dan
  10. membimbing pengawas sekolah muda dalam melaksanakan tugas pokok.
3.1.3 Pengawas Sekolah Utama
Pengawas Sekolah Utama memiliki rincian tugas pokok sebagai berikut:
  1. menyusun program pengawasan;
  2. melaksanakan pembinaan guru dan kepala sekolah;
  3. memantau pelaksanaan standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan;
  4. melaksanakan penilaian kinerja guru dan kepala sekolah;
  5. melaksanakan evaluasi hasil  pelaksanaan  program  pengawasan pada sekolah binaan;
  6. mengevaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan tingkat kabupaten/kota atau provinsi;
  7. menyusun program pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan kepala sekolah di KKG/MGMP/MGP dan/atau KKKS/MKKS dan sejenisnya;
  8. melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan kepala sekolah;
  9. melaksanakan pembimbingan dan pelatihan kepala sekolah dalam menyusun program sekolah, rencana kerja, pengawasan dan evaluasi, kepemimpinan sekolah, dan sistem   informasi dan manajemen;
  10. mengevaluasi hasil pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan kepala sekolah;
  11. membimbing pengawas sekolah muda dan pengawas sekolah madya dalam melaksanakan tugas pokok; dan
  12. melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan kepala sekolah dalam pelaksanaan penelitian tindakan.
3.2 Ruang Lingkup Wewenang Pengawas Sekolah
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana diuraikan di atas, pasal 9 Permenpan 21/2010 menegaskan bahwa pengawas sekolah berwenang memilih dan menentukan metode kerja, menilai kinerja guru dan kepala sekolah, menentukan dan/atau mengusulkan program pembinaan serta melakukan pembinaan.
Buku Kerja Pengawas Sekolah yang telah disebutkan di atas menguraikan pula ruang lingkup kepengawasan sebagaimana dideskripsikan berikut ini (2012: 19—24). Ruang lingkup kepengawasan meliputi (1) kepengawasan akademik dan (2) kepengawasan manajerial. Kepengawasan akademik dan manajerial tersebut tercakup dalam kegiatan (1) penyusunan program pengawasan; (2) pelaksanaan program pengawasan; (3) evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan; dan (4) membimbing dan melatih profesional guru dan/atau kepala sekolah.
Penyusunan program pengawasan difokuskan pada peningkatan pemenuhan standar nasional pendidikan. Pelaksanaan program pengawasan meliputi (1) melaksanakan pembinaan guru dan atau kepala sekolah, (2) memantau delapan standar nasional pendidikan, dan (3) melaksanakan penilaian kinerja guru dan/atau kepala sekolah. Evaluasi hasil program pengawasan dimulai dari tingkat sekolah binaan dan tingkat kabupaten/kota dan tingkat provinsi untuk pengawas pendidikan luar biasa.
3.2.1 Pengawasan Akademik
Supervisi akademik atau pengawasan akademik adalah fungsi pengawas yang berkaitan dengan aspek pelaksanaan tugas pembinaan, pemantauan, penilaian dan pelatihan profesional guru dalam (1) merencanakan pembelajaran; (2) melaksanakan pembelajaran; (3) menilai hasil pembelajaran; (4) membimbing dan melatih peserta didik; dan (5) melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja guru (PP 74/2008). Hal tersebut dapat dilaksanakan melalui kegiatan tatap muka atau nontatap muka.
Pembinaan bertujuan (1) meningkatkan pemaham kompetensi guru terutama kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional (tupoksi guru, kompetensi guru, pemahaman KTSP), (2) meningkatkan kemampuan guru dalam pengimplementasian Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, dan Standar Penilaian (pola pembelajaran KTSP, pengembangan silabus dan RPP, pengembangan penilaian, pengembangan bahan ajar dan penulisan butir soal), dan (3) meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun penelitian tindakan kelas (PTK).
Adapun ruang lingkup pembinaan dimaksud meliputi (1) melakukan pendampingan dalam meningkatkan kemampuan guru menyusun administrasi perencanaan pembelajaran/ program bimbingan, (2) melakukan pendampingan dalam meningkatkan kemampuan guru dalam proses pelaksanaan pembelajaran/bimbingan, (3) melakukan pendampingan membimbing guru dalam meningkatkan kemampuan melaksanakan penilaian hasil belajar peserta didik, (4) melakukan pendampingan dalam meningkatkan kemampuan guru menggunakan media dan sumber belajar, (5) memberikan masukan kepada guru dalam memanfaatkan lingkungan dan sumber belajar, (6) memberikan rekomendasi kepada guru mengenai tugas membimbing dan melatih peserta didik, (7) memberi bimbingan kepada guru dalam menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk pembelajaran, (8) memberi bimbingan kepada guru dalam pemanfaatan hasil penilaian untuk perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran/pembimbingan, dan (9) memberikan bimbingan kepada guru untuk melakukan refleksi atas hasil-hasil yang dicapainya.
Pemantauan dilakukan terhadap pelaksanaan standar isi, standar kompetensi lulusan, standar proses, dan standar penilaian. Sementara itu, aspek penilaian kinerja guru meliputi (1) merencanakan pembelajaran, (2) melaksanakan pembelajaran, (3) menilai hasil pembelajaran, (4) membimbing dan melatih peserta didik, dan (5) melaksanakan   tugas   tambahan   yang   melekat   pada   pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja guru.
Untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam melaksanakan tugasnya ditindaklanjuti dengan kegiatan bimbingan dan pelatihan guru dengan tahapan sebagai berikut: (1) menyusun program pembimbingan dan pelatihan profesional   guru   di KKG/MGMP/MGP dan sejenisnya; (2) melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional guru; (3) mengevaluasi hasil pembimbingan dan pelatihan profesional guru; dan (4) melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional guru dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas.
Bidang peningkatan kemampuan profesional guru difokuskan pada pelaksanaan standar nasional pendidikan, yang meliputi (1) kemampuan guru dalam melaksanakan standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan/standar tingkat pencapaian perkembangan (bagi TK), dalam kerangka pengembangan KTSP, (2) pembelajaran  yang  pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM) termasuk penggunaan media yang relevan, (3) pengembangan bahan ajar, (4) penilaian proses dan hasil belajar, dan (5) penelitian tindakan kelas untuk perbaikan/pengembangan metode pembelajaran.
3.2.2 Pengawasan Manajerial
Supervisi manajerial atau pengawasan manajerial merupakan fungsi supervisi yang berkenaan dengan aspek pengelolaan sekolah yang terkait langsung dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas sekolah yang mencakup perencanaan, koordinasi, pelaksanaan, penilaian, pengembangan kompetensi sumber daya tenaga pendidik dan kependidikan. Dalam melaksanakan fungsi manajerial, pengawas sekolah berperan sebagai: (1) fasilitator dalam proses perencanaan, koordinasi, pengembangan manajemen sekolah, (2) asesor dalam mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan serta menganalisis potensi sekolah, (3) informan pengembangan mutu sekolah, dan  (4) evaluator terhadap hasil pengawasan.
Tujuan pembinaan kepala sekolah yaitu peningkatan pemahaman dan pengimplementasian kompetensi yang dimiliki oleh kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari untuk mencapai Standar Nasional Pendidikan (SNP). Adapun, ruang lingkupnya adalah (1) pengelolaan sekolah yang meliputi penyusunan program sekolah berdasarkan SNP, baik rencana kerja tahunan maupun rencana kerja empat tahunan, pelaksanaan program, pengawasan dan evaluasi internal, kepemimpinan sekolah dan Sistem Informasi Manajemen (SIM), (2) membantu kepala sekolah melakukan evaluasi diri sekolah (EDS) dan merefleksikan hasil-hasilnya dalam upaya penjaminan mutu pendidikan, (3) mengembangkan perpustakaan dan laboratorium serta sumber-sumber belajar lainnya, (4) kemampuan kepala sekolah dalam membimbing pengembangan program bimbingan konseling di sekolah, dan (5) melakukan pendampingan terhadap kepala sekolah dalam pengelolaan dan administrasi sekolah (supervisi manajerial) yang meliputi (1) memberikan masukan dalam pengelolaan dan administrasi kepala sekolah berdasarkan manajemen peningkatan mutu pendidikan di sekolah, (2) melakukan pendampingan dalam melaksanakan bimbingan konseling di sekolah, dan (3) memberikan bimbingan kepada kepala sekolah untuk melakukan refleksi atas hasil-hasil yang dicapainya.
Pemantauan dilaksanakan terhadap pelaksanaan standar nasional pendidikan di sekolah dan memanfaatkan hasil-hasilnya untuk membantu kepala sekolah mempersiapkan akreditasi sekolah. Adapun, penilaian kinerja kepala sekolah berkaitan dengan pengelolaan sekolah sesuai dengan standar nasional pendidikan. Metode kerja yang dilakukan pengawas sekolah antara lain observasi, kunjungan atau pemantauan, pengecekan/klarifikasi data, kunjungan kelas, serta rapat dengan kepala sekolah dan guru-guru dalam pembinaan.
Peningkatan profesionalisme kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya ditinjaklanjuti dengan kegiatan bimbingan dan pelatihan kepala sekolah dengan tahapan: (1) menyusun program pembimbingan dan pelatihan profesional kepala sekolah di KKKS/MKKS dan sejenisnya, (2) melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional kepala sekolah, (3) melaksanakan pembimbingan dan pelatihan kepala sekolah dalam menyusun program sekolah, rencana kerja, pengawasan dan evaluasi, kepemimpinan sekolah, dan sistem informasi dan manajemen, (4) mengevaluasi hasil pembimbingan dan pelatihan profesional kepala sekolah, dan (5) melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional kepala sekolah dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas/sekolah
Kegiatan pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan/atau kepala sekolah oleh setiap pengawas sekolah dilaksanakan paling sedikit tiga kali dalam satu semester secara berkelompok dalam kegiatan di sekolah binaan KKG/MGMP/MGP/KKKS/MKKS/K3SK. Kegiatan ini dilaksanakan terjadwal baik waktu maupun jumlah jam yang diperlukan untuk setiap kegiatan sesuai dengan tema  atau  jenis  keterampilan  dan  kompetensi  guru  yang akan ditingkatkan. Dalam  pelatihan  ini  diperkenalkan  kepada  guru  hal-hal  yang inovatif sesuai dengan tugas pokok guru dalam pembelajaran/pembimbingan.
Kegiatan pembimbingan dan pelatihan profesionalisme guru ini dapat berupa bimbingan  teknis,  pendampingan,  workshop,  seminar,  dan  group conference, yang ditindaklanjuti dengan kunjungan kelas melalui supervisi akademik.
Selain melaksanakan tugas kepengawasan sesuai dengan ruang lingkup di atas, setiap pengawas harus melakukan pengembangan profesi yang meliputi: (1) pembuatan karya tulis dan/atau karya ilmiah di bidang pendidikan formal/pengawasan, (2) penerjemahan/ penyaduran buku dan/atau karya ilmiah di bidang pendidikan formal/pengawasan, dan (3) pembuatan karya inovatif.
Kegiatan penunjang tugas pengawas sekolah dapat dilakukan melalui: (1) peran serta dalam seminar/lokakarya di bidang pendidikan formal/kepengawasan sekolah, (2) keanggotaan dalam organisasi profesi, dan (3) keanggotaan  dalam  tim  penilai  angka  kredit  jabatan fungsional  pengawas sekolah.
4. Prestasi Pengawas Sekolah
Pasal 37 Permenpan 21/2010 mengatur tentang Ketentuan Peralihan yang di antaranya diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan prestasi kerja pengawas sekolah. Prestasi kerja yang telah dilakukan pengawas sekolah sampai dengan ditetapkannya petunjuk pelaksanaan Permenpan 21/2010 tersebut dinilai berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 91/KEP/M.PAN/10/2001.
Prestasi pengawas sekolah dinilai berdasarkan pelaksanaan tugas dengan rincian kegiatan sebagaimana telah dikemukakan pada bagian terdahulu sesuai dengan jenjang pangkat dan jabatannya. Unsur kegiatan yang dinilai dalam memberikan angka kredit terdiri atas unsur utama dan unsur penunjang.
Unsur utama terdiri atas (1) pendidikan, (2)pengawasan akademik dan manajerial, dan (3) pengembangan profesi. Sementara unsur penunjang adalah kegiatan yang mendukung pelaksanaan tugas pengawas sekolah, yakni (1) peran serta dalam seminar/lokakarya di bidang pendidikan formal/kepengawasan sekolah, (2) keanggotaan dalam organisasi profesi, (3) keanggotaan dalam tim penilai angka kredit jabatan fungsional pengawas sekolah, (4) melaksanakan kegiatan pendukung pengawasan sekolah, (5) mendapatkan penghargaan/tanda jasa, dan (6) memperoleh gelar/ijazah yang tidak sesuai dengan bidang yang diampunya.
5.  Sistem Pelaporan Hasil Pengawasan
5.1 Tujuan Penyusunan Laporan Hasil Pengawasan
Penyusunan laporan oleh setiap pengawas sekolah bertujuan untuk: (1) memberikan gambaran mengenai keterlaksanaan setiap butir kegiatan yang menjadi tugas pokok pengawas sekolah, (2) memberikan gambaran mengenai kondisi sekolah binaan berdasarkan hasil pengawasan akademik maupun manajerial berupa hasil pembinaan, pemantauan, dan penilaian, dan (3) menginformasikan berbagai faktor pendukung dan penghambat/kendala dalam pelaksanaan setiap butir kegiatan pengawasan sekolah.
5.2  Tahapan Pelaporan
Tahapan pelaporan meliputi kegitan-kegiatan (1) mengompilasi dan mengklasifikasi data   hasil pemantauan dan pembinaan, (2) menganalisis data hasil pemantauan dan pembinaan, (3) menyusun laporan hasil pengawasan sesuai sistematika yang ditetapkan, dan (4) menyampaikan Laporan Semester dan Laporan Tahunan kepada Dinas Pendidikan Provinsi atau Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, serta sekolah yang dibinanya.
5.3  Sistematika Pelaporan Hasil Kepengawasan
Sistematika pelaporan pelaksanaan program pembinaan, pemantauan  dan penilaian, serta pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan/atau kepala sekolah adalah sebagai berikut:

HALAMAN JUDUL (SAMPUL)
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
 DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Fokus Masalah Pengawasan
C. Tujuan dan Sasaran Pengawasan
D. Tugas Pokok /Ruang Lingkup Pengawasan
BAB II KERANGKA PIKIR PEMECAHAN MASALAH
BAB III  PENDEKATAN DAN METODE
BAB IV HASIL PENGAWASAN PADA SEKOLAH BINAAN
A. Hasil Pelaksanaan Pembinaan Guru dan/atau kepala sekolah
B. Hasil Pemantauan Pelaksanaan 8 SNP
C. Hasil Penilaian Kinerja Guru dan/atau Kepala Sekolah
D. Hasil Pembimbingan dan Pelatihan Profesional Guru.
E. Pembahasan Hasil Pengawasan
BAB V PENUTUP
A. Simpulan
B. Rekomendasi
LAMPIRAN:
  1. Surat Tugas Pengawasan
  2. Surat   Keterangan   telah   melaksanakan   tugas   pembinaan,   pemantauan, penilaian kinerja, pembimbingan dan pelatihan profesional guru dari sekolah binaan
  3. Daftar Hadir guru atau kepala sekolah pada saat pembinaan/pemantauan/penilaian kinerja
  4. Contoh-contoh instrumen pengawasan yang telah diisi/diolah.
  5. dan lain-lain.
6. Penutup: Beberapa Catatan Kritis
Dengan menelaah secara saksama eksistensi pengawas sekolah dewasa ini dalam perspektif perundang-undangan, dapat dikatakan bahwa Pemerintah telah menyediakan landasan yuridis yang cukup memadai dan akomodatif untuk mendukung pengembangan profesi pengawas sekolah yang profesional. Sistem perundang-undangan tentang pengawas sekolah telah memberikan ruang yang cukup prospektif untuk mendorong pengawas sekolah tampil dan mengambil peran yang signifikan dan strategis dalam pengembangan pendidikan di Indonesia.
Persoalannya adalah apakah muatan yang relatif ideal yang tergambar dalam konten perundang-undangan itu telah dan/atau dapat dilaksanakan secara optimal. Persoalan ini merupakan wacana krusial yang harus dengan sesegera mungkin mendapatkan jalan keluarnya. Berkaitan dengan persoalan ini dapat diajukan beberapa catatan kritis sebagai berikut.
  1. Masih terdapat disparitas kompetensi pengawas sekolah antarindividu, antarsatuan pendidikan, antarwilayah perkotaan dan pedesaan, serta antarkabupaten/kota. Kondisi ini berpotensi menimbulkan berbagai kesulitan dalam pelaksanaan tugas kepengawasan sekolah. Kesulitan yang mungkin terjadi antara lain adalah (1) terjadinya miskomunikasi dan miss-understanding di antara pengawas-pengawas sekolah yang memiliki kompetensi yang berbeda sehingga menimbulkan ketidakefektivan dalam pelaksanaan kerja tim, (2) terjadinya hambatan dalam mengoordinasikan suatu kegiatan atau dalam mengatasi suatu masalah yang melibatkan pengawas-pengawas sekolah pada satuan-satuan pendidikan dan wilayah-wilayah yang memiliki karakteristik yang berbeda, dan (3) terhambatnya kecepatan dan ketepatan dalam mengambil keputusan dalam menyelesaikan suatu masalah kepengawasan.
  2. Rendahnya akses pengawas untuk meningkatkan kompetensinya, termasuk akses mendapatkan informasi mutakhir untuk mengembangkan profesi dan kariernya. Masalah ini berkaitan dengan kesenjangan dan kesulitan pengawas sekolah untuk mendapatkan kesempatan meningkatkan kompetensi melalui kegiatan-kegiatan pendidikan dan pelatihan.
  3. Rendahnya kompetensi supervisi akademik dan evaluasi pendidikan. Kondisi seperti ini berkaitan dengan kesenjangan kompetensi pengawas sekolah dalam melakukan supervisi klinis terhadap guru-guru yang menjadi binaannya. Akibatnya, pengawas sekolah tidak mampu secara efektif memberikan jalan pemecahan bagi masalah-masalah yang dihadapi oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik di sekolah tempat mereka bekerja.
  4. Masih berkembang stigma bahwa jabatan pengawas sekolah merupakan “jabatan buangan”. Masalah ini berkaitan dengan stigma bahwa jabatan pengawas sekolah adalah jabatan yang “kurang menjanjikan” dari segi karier dan kesejahteraan material. Jabatan pengawas sekolah dianggap tidak memiliki “power” karena secara struktural tidak memiliki akses dalam pengambilan keputusan-keputusan strategis di lingkungan kelembagaan pendidikan.
  5. Pemerintah daerah, dalam hal ini dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota tidak menempatkan pengawas sekolah pada posisi yang seharusnya. Masalah ini berhubungan dengan stigma sebagaimana diungkapkan pada butir (4) di atas. Pengawas sekolah tidak dilibatkan dalam sistem rekrutmen jabatan tertentu di lingkungan kelembagaan pendidikan, seperti jabatan kepala sekolah.
  6. Kurangnya kesadaran internal dari pengawas sekolah sendiri untuk bekerja dan bersikap profesional sebagai bentuk tanggung jawab profesi. Masalah ini terkait langsung dengan kompetensi pengawas sekolah dalam kaitannya dengan sikap dan kinerja. Masih banyak pengawas yang menganggap jabatan yang dimilikinya merupakan jabatan tidak penting sehingga tidak termotivasi untuk melakukan pengembangan karier yang semestinya.
Untuk menghadapi kendala-kendala di atas, diperlukan kesungguhan semua pihak, baik secara internal dari pengawas sekolah itu sendiri, maupun secara eksternal dari pemerintah, lingkungan kelembagaan, lingkungan kerja, bahkan dari masyarakat. Beberapa upaya berikut mungkin dapat dipertimbangkan.
  1. Perlu ada upaya untuk memperkecil—kalau tidak bisa menghilangkan—disparitas kompetensi pengawas sekolah. Berbagai upaya pembinaan secara struktural perlu diperbanyak kuantitasnya dan dipertinggi kualitasnya. Pengawas sekolah juga perlu diberi kesempatan yang luas untuk dipertemukan dalam suatu kesempatan yang memungkinkan kerja tim dapat berlangsung secara optimal. Kesempatan ini akan memberi peluang untuk saling mengisi dan berbagi sehingga para pengawas bisa mengasah kompetensinya dalam suatu jalinan kebersamaan yang saling menguntungkan dan mengeliminasi berbagai perbedaan perspektif yang dapat mengganggu pelaksanaan tugas mereka.
  2. Pengawas sekolah perlu diberi akses yang seluas-luasnya untuk meningkatkan kompetensinya, termasuk akses untuk memperoleh informasi mutakhir yang berkaitan dengan kemampuan dan kerja kepengasannya. Sistem sosialisasi informasi perlu dikembangkan untuk memungkinkan pengawas sekolah tidak ketinggalan dalam mendapatkan informasi mutakhir yang diperlukannya. Pendidikan-pendidikan dan pelatihan-pelatihan profesional perlu terus diselenggarakan; bukan hanya yang bersifat teknis melainkan juga yang bersifat pendukung seperti kemampuan memanfaatkan teknologi informasi.
  3. Kompetensi supervisi akademik dan evaluasi pendidikan merupakan kompetensi mendasar yang harus dimiliki oleh pengawas sekolah ketika berhadapan dengan guru yang dibinanya. Oleh karena itu, perlu ada upaya yang terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan dua kompetensi tersebut.
  4. Stigma pengawas adalah “jabatan buangan” merupakan konsekuensi sosiologis yang terbentuk oleh kondisi yang memarjinalkan pengawas sekolah dalam aspek kekuasaan (power). Untuk menghilangkan stigma itu perlu dibangun upaya pemulihan citra dengan cara merevitalisasi jabatan pengawas sekolah. Pengawas perlu diberi kewenangan yang lebih luas dalam pengambilan keputusan-keputusan strategis yang berkaitan dengan pola kebijakan kelembagaan, rekutmen jabatan tertentu, dan dalam hal monitoring pelaksanaan manajemen sekolah.
  5. Upaya pembangunan kembali (rebuilding) citra pengawas sebagaimana diungkapkan pada butir (4) di atas akan lebih efektif jika pengawas sekolah itu sendiri membangung komitmen yang positif terkait pelaksanaan tugas-tugas dan peningkatan kompetensi, kinerja, dan sikap profesional.

    Kepustakaan 


    Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya.

    Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah.

    Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

    Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2010—2014.

    Sagala, H. Syaiful. 2013. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan: Pembuka Ruang Kreativitas, Inovasi, dan Pemberdayaan Potensi Sekolah dalam Sistem Otonomi Sekolah, Cet. VI. Bandung: Alfabeta.

    Tim Penyusun Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan. 2011. Buku Kerja Pengawas Sekolah, Cet. II. Jakarta: Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan, Badan PSDM dan PMP Kementerian Pendidikan Nasional. 

    Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.




[1] Sekarang: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
[2] Sekretaris Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam sambutannya untuk Buku Kerja Pengawas Sekolah (2012).

Resepsi atas Ziarah Iwan Simatupang: Sebuah Konfrontasi

Uum G. Karyanto Pembacaan atas suatu karya sastra merupakan proses yang mempertemukan pemikiran dan imajinasi kreatif pengarang dengan p...